Jumat, 28 Juni 2013
BAB I
BAB
I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Kesehatan ibu dan anak merupakan masalah kesehatan
yang menjadi perhatian dunia oleh karena itu pada bulan September 2000 diadakan Unite Nations Millenium Deklataration. Deklarasi ini sebagai Millenium Development Goals (MDG’s) dengan target pencapain pada tahun 2015.
MDG’s berisi 8 buah tujuan
pembangunan millenium yaitu pengetasan kemiskinan dan kelaparan, pemerataan
pendidikan, mendukung persamaan gender, mengurangi kematian anak, meningkatkan
kesejahteraan ibu hamil, melawan HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular
lainnya, memastikan kelestarian lingkungan hidup serta meningkatkan kemitraan
global. MDG’s ke 5 memiliki target mengurangi ¾ angka kematian ibu di indonesia pada
tahun 2015 (WHOMDGS, 2010).
(http://www.waspada.cp.id/index.php?option=com_content&view=article&id=158076:penurunan-akikb-secara
komprehensif &catid = 25:article &
Itemid=44).
1
|
Menurut data WHO, sebanyak 99% kematian ibu akibat
masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio
kematian ibu di negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450
kematian ibu per 100.000 kelahiran bayi hidup jika di bandingkan dengan rasio
kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran. Menurut WHO,
81%
Angka Kematian Ibu (AKI) akibat komplikasi selama hamil, bersalin dan 25% selama
masa post partum (WHO, 2011).
Pelayanan
pascapersalinan harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi ibu dan bayi,
yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan pengobatan komplikasi dan
penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan pemberian ASI.
Perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab utama dari 150.000 kematian ibu
setiap tahun didunia dan hampir 4 dari 5
kematian karena perdarahan pascapersalinan terjadi dalam waktu 4 jam setelah
persalinan. Bila terjadi perdarahan berat, tranfusi darah adalah satu-satunya jalan
untuk menyelamatkan kehidupan ibu (Prawirohardjo, 2009; h. 356-357).
AKI di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan
negara-negara di Asia misalnya Thailand dengan AKI 130/100.000 KH. Data SDKI
tahun 2007 mencatat AKI di Indonesia mencapai 228 per 100.000 Kelahiran Hidup
(KH). Walaupun angka ini dipandang mengalami perbaikan dibanding tahun tahun
sebelumnya, target Millenium Development
Goals (MDG’s) 5 yaitu menurunkan AKI menjadi
102/100.000 (KH) pada tahun 2015 masih memerlukan upaya khusus dan kerja keras
dari seluruh pihak baik pemerintah,
sektor swasta maupun masyarakat. AKI yang tinggi menunjukkan rawannya derajat
kesehatan ibu (Profil DinKes Provinsi Lampung, 2012).
Pada
Tahun 2012 di Provinsi Lampung terjadi 787 kasus kematian Perinatal, 110 kasus
kematian neonatal, 159 kasus kematian bayi dan kasus kematian balita sebanyak
64 kasus. Tingginya kasus kematian ibu
dan anak di Provinsi Lampung memperlihatkan betapa rawannya derajat kesehatan
ibu dan anak. Karena kematian ibu bayi dan balita merupakan salah satu parameter
derajat kesehatan suatu negara. Masalah kesehatan ibu dan anak ini perlu
diatasi dengan segera karena derajat kesehatan ibu dan anak akan sangat
menentukan kualitas sumber daya manusia pada masa yang akan datang (Profil
DinKes Provinsi Lampung, 2012).
Penyebab
utama dari kematian neonates di kota Bandar Lampung adalah asfiksia sebanyak 35
kasus (54,72%) BBLR 29 kasus (27,36%) dan penyabab lain 19 kasus (17,92%)
penyebab lain yaitu unchepalitis, kejang, dan kebiruan, kelainan congenital
seperti jantung bawaan, labiopalatoscizis, atresia esophagus, leukemia, hernia
diafragmatika, dan atresia jejunum, hyperbilirubin, postmatur, kern ikterus,
dan sepsis (Profil DINKES Kota Bandar Lampung,2010).
ASI
dikatakan sebuah mukjizat dikarenakan ASI sudah diciptakan tuhan untuk kedekatan
antara ibu dan bayi, tidak ada makan didunia ini sebaik ASI, ASI mencukupi
seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologis, sosial maupun spiritual, mengandung
hormon, nutrisi, unsur kekebalan, anti alergi, serta inflamasi, nutrisi hampir
200 unsur zat makanan (Rukiyah, et. All, 2011; h. 28).
Pemberian
ASI membantu bayi memulai kehidupannya dengan baik. Kolostrum, susu jolong atau
susu pertama mengandung antibody yang kuat untuk mencegah infeksi dan membuat
bayi menjadi kuat. Penting sekali memberikan ASI pada jam pertama sesudah bayi
lahir dan kemudian setidaknya setiap dua atau tiga jam (Jannah, 2011; h. 31).
Masalah
dalam pemberian ASI yaitu meliputi putting susu nyeri, putting susu lecet, payudara
bengkak, mastitis, abses payudara. Penatalaksanaan yang diberikan yaitu
anjurkan ibu untuk menyusui diputing yang normal yang lecet nya lebih sedikit,
massase payudara lalu kompres dingin untuk mengurangi rasa nyeri, ajarkan teknik
menyusui yang benar dan cenderung terjadi pada ibu primigravida (Saleha, 2009;
h. 102-110).
Teknik menyusui
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ASI dimana bila teknik
menyusui tidak benar, dapat menyebabkan puting susu lecet dan menjadikan ibu
enggan menyusui sehingga bayi tersebut jarang menyusu. Apabila ibu enggan
menyusui akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada
rangsangan produksi ASI selanjutnya. Namun sering kali ibu- ibu kurang
mendapatkan informasi tentang manfaat ASI dan tentang menyusui yang benar
Berdasarkan hasil study
pendahuluan di BPS Nurmala Dewi, S.ST, Raja basa Raya Bandar Lampung bulan
Januari-Mei Tahun 2013 di peroleh hasil 183 ibu post partum, dan diperoleh 38
ibu post partum primi dan pada tanggal 18 Mei 2013 terdapat 4 ibu post partum
dan 3 ibu post partum primi yang tidak mengetahui teknik menyusui yang benar .
II. Rumusan Masalah
“Bagaimanakah
Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Teknik Menyusui Terhadap Ny.S Umur 24
Tahun P1A0 Post Partum 1 Hari di BPS Nurmala Dewi, S.ST Bandar Lampung tahun 2013? ”.
III. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Diharapkan peneliti dapat melakukan Asuhan
Kebidanan Pada Ibu Nifas dengan Teknik Menyusui Terhadap Ny.S Umur 24 Tahun
P1A0 1 Hari Post Partum di BPS Nurmala Dewi Rajabasa Raya Bandar Lampung tahun
2013.
Tujuan
khusus
a.
Dapat melakukan
pengkajian data dasar pada Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas dengan Teknik
Menyusui Terhadap Ny.S Umur 24 Tahun P1A0 1 Hari Post Partum di BPS Nurmala
Dewi Rajabasa Raya Bandar Lampung tahun 2013
b.
Dapat membuat
interpretasi data untuk mengidentifikasi `diagnosa pada Asuhan Kebidanan Pada
Ibu Nifas dengan Teknik Menyusui Terhadap Ny.S Umur 24 Tahun P1A0 1 Hari Post
Partum di BPS Nurmala Dewi Rajabasa Raya Bandar Lampung tahun 2013
c.
Dapat melakukan
identifikasi masalah potensial dan mengantisipasi penanganan pada Asuhan
Kebidanan Pada Ibu Nifas dengan Teknik Menyusui Terhadap Ny.S Umur 24 Tahun
P1A0 1 Hari Post Partum di BPS Nurmala Dewi Rajabasa Raya Bandar Lampung tahun
2013
d.
Dapat melaksanakan
tindakan segera untuk melakukan konsultasi pada Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas
dengan Teknik Menyusui Terhadap Ny. S Umur 24 Tahun P1A0 1 Hari Post Partum di
BPS Nurmala Dewi Rajabasa Raya Bandar Lampung tahun 2013
e.
Dapat menyusun rencana
asuhan yang menyeluruh pada Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas dengan Teknik
Menyusui Terhadap Ny.S Umur 24 Tahun
P1A0 1 Hari Post Partum di BPS Nurmala Dewi Rajabasa Raya Bandar Lampung tahun
2013
f.
Dapat melaksanakan
rencana asuhan yang efisien dan aman padaAsuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas dengan
Teknik Menyusui Terhadap Ny. S Umur 24 Tahun P1A0 1 Hari Post Partum di BPS
Nurmala Dewi Rajabasa Raya Bandar Lampung tahun 2013
g.
Dapat melakukan evaluasi
asuhan yang diberikan pada Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas dengan Teknik
Menyusui Terhadap Ny.S Umur 24 Tahun P1A0 1 Hari Post Partum di BPS Nurmala
Dewi Rajabasa Raya Bandar Lampung tahun 2013.
IV. Ruang Lingkup
1. Sasaran
Obyek
penelitian dalam Karya Tulis Ilmiah ini adalah 1 orang ibu nifas yaitu Ny.S
P1A0 umur 24 tahun
2.
Tempat
Dalam
penelitian ini penulis mengambil di BPS Nurmala Dewi Rajabasa Bandar Lampung
3.
Waktu
Penelitian dilakukan mulai tanggal 18 Mei – 23 Mei 2013.
V. Manfaat Penulisan
1.
Institusi Pendidikan
Dapat menambah bahan kepustakaan di Program DIII
Kebidanan Adila Bandar Lampung dan sebagai bahan perbandingan untuk penelitian
selanjutnya.
2.
Lahan Praktek
Dapat dijadikan gambaran informasi serta bahan
untuk meningkatkan manajemen asuhan kebidanan yang di terapkan
3.
Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat memberikan
pengetahuan pada masyarakat khususnya ibu post partum primiyang belum
mengetahui teknik menyusui yang benar.
4.
Peneliti
Sebagai
penerapan dalam mata kuliah metode penelitian dan menambah pengetahuan serta
pengalaman dalam penelitian.
VI.
Metode dan
teknik memperoleh data
Metodelogi
penelitian yang di gunakan dalam penulisan study kasus adalah:
1.
Metodelogi Penulisan
Metode yang digunakan
penulis dalam karya tulis ini adalah metode penelitian Study Kasus. Menurut Aziz S.R. (2003) menyatakan bahwa penelitian yang terinci
tentang seseorang (individu) atau sesuatu unit sosial selama kurun waktu
tertentu disebut studi kasus. Lebih tegas Aziz menambahkan bahwa penelitian
studi kasus adalah penelitian terhadap fenomena dalam konteks kehidupan nyata,
bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas dan
dimana multi sumber bukti dimanfaatkan
(http://target-blank.blogspot.com/2013/03/pengertian-penelitian-studi-kasus.html)
29-5-2013/ 21.00 WIB.
2. Teknik Memperoleh
Data
Ada 2 cara memperoleh data,yaitu:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari
tangan pertama).
Contoh data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui
kuesioner, kelompok fokus, dan panel, atau juga data hasil wawancara peneliti
dengan narasumber
(http://teorionline.wordpress.com/service/metode-pengumpulan-data/)
1)
Wawancara
Suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data, dimana peneliti
mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari seseorang sasaran
penelitian (responden), atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang
tersebut (Soekidjo, 2010; h.139).
2) Pengkajian Fisik
Penulis melakukan
pemeriksaan fisik secara sistematis pada klien mulai dari kepala sampai kaki
dengan tehnik inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi (Soepardan, 2009; h. 97).
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh
peneliti dari sumber yang sudah ada.
Contoh data sekunder misalnya catatan
atau dokumentasi, laporan pemerintah, data yang diperoleh dari majalah
(http://teorionline.wordpress.com/service/metode-pengumpulan-data/)
1) Studi Pustaka
Peneliti mencari, mengumpulkan, dan mempelajari referensi yang
relevan berdasarkan kasus yang dibahas yakni Asuhan Nifas Normal dari beberapa
buku dan informasi dari internet. Metode pengumpulan data juga dapat diperoleh
melalui pemanfaatan bahan pustaka ataupun dokumen. Dalam metode ini, peneliti
diharapkan dapat membaca, memahami, menganalisis serta mengkritisi
tulisan-tulisan yang ditulis oleh orang lain tersebut. Dokumen-dokumen yang
dipakai ini dapat berupa dokumen perpustakaan, dokumen berbasis komputer,
dokumen yang memiliki fokus kebijakan serta dokumen yang memiliki orientasi
historis (Blaxter, et. al, 2001; 251-252)
2)
Studi Dokumentasi
Studi
dilakukan dengan mempelajari status kesehatan klien yang bersumber dari
catatan bidan, maupun sumber lain yang menunjang seperti hasil
pemeriksaan diagnostic (Soepardan, 2009;
h. 97).
BAB II
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Tinjauan
Teori Medis
A. Masa Nifas
1.
Masa nifas (puerpurium) adalah masa yang
dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas (puerpurium) dimulai sejak 2
jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 minggu) setelah itu. Puerpurium
adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti prahamil (Nanny
dan Sunarsih, 2011; h. 1).
2.
Masa
nifas (puerperium) adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta,
serta selaput yang diperlukan untuk
memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih
6 minggu (Saleha, 2009; h. 4).
3.
Masa
Nifas (peurpurium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula/ sebelum
hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sulistyawati, 2009; h.1).
|
B. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Tujuan Asuhan masa nifas normal dibagi dua yaitu :
1.
Tujuan umum :
Membantu
ibu dan pasangannya selama masa transisi awal mengasuh anak
2.
Tujuan khusus :
Menjaga
kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologinya
a.
Melaksanakan skrining yang komprehensif,
mendeteksi masalah, mengobati/ merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan
bayinya
b.
Memberikan pendidikan kesehatan, tentang
perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi dan
perawatan bayi sehat
c.
Memberikan pelayanan keluarga berencana
(Saleha, 2009; h. 4).
C. Peran dan Tanggung Jawab Bidan
Dalam Asuhan Masa Nifas
1.
Mendeteksi komplikasi dan perlunya
rujukan
2.
Memberikan konseling untuk ibu dan
keluarganya mengenai cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya,
menjaga gizi yang baik, serta
mempraktekan kebersihan yang aman
3.
Memfasilitasi hubungan dan ikatan batin
antara ibu dan bayinya
4.
Memulai dan mendorong pemberian ASI
(Ambarwati, 2008; h. 3).
D. Tahapan Masa Nifas
1.
Puerperium dini yaitu kepulihan dimana
ibu telah di perbolehkan berdiri dan berjalan-jalan, dalam agama islam dianggap
telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari
2.
Puerperium intermedial yaitu kepulihan
menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu
3.
Remote puerperium adalah waktu yang di
perlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu
persalinan mempunyai komplikasi, waktu untuk sehat sempurna bisa
berminggu-minggu, bulanan atau tahunan (Saleha, 2009; h. 4-5).
E. Involusi Alat Kandungan
1. Payudara (Mammae)
Pada semua wanita yang telah melahirkan proses
laktasi terjadi secara alami. Proses menyusui mempunyai dua mekanisme
fisiologis, yaitu sebagai berikut :
a) Produksi susu
b) Sekresi susu atau let down
Selama sembilan bulan kehamilan, jaringan payudara
tumbuh dan menyiapkan fungsinya untuk menyediakan makanan bagi bayi baru lahir.
Setelah melahirkan, ketika hormon yang di hasilkan plasenta tidak ada lagi untuk
menghambatnya kelenjar pituitari akan mengeluarkan prolaktin (hormon
laktogenik). Sampai hari ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada
payudara mulai bisa dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi bengkak terisi
darah, sehingga timbul rasa hangat, bengkak, dan rasa sakit. Sel-sel acini yang
menghasilkan ASI juga mulai berfungsi ketika bayi mulai menghisap puting, refleks
saraf merangsang lubus posterior pituitari untuk menyekresi hormon oksitosin. Oksitosin
merangsang refleks let down (mengalirkan), sehingga menyebabkan ejeksi ASI
melalui sinus laktiferus payudara ke duktus yang terdapat pada puting. Ketika
ASI dialirkan karena isapan bayi atau dengan di pompa sel-sel acini terangsang
untuk menghasilkan ASI lebih banyak. Refleks ini dapat berlanjut sampai waktu
yang cukup lama (Shaleha, 2009; h.57-58).
2.
Uterus
Pembuluh darah uterus yang besar
pada saat kehamilan sudah tidak diperlukan lagi. Hal ini karna uterus yang
tidak pada keadaan hamil tidak mempunyai permukaan yang luas dan besar yang
memerlukan banyak pasokan darah. Pembuluh darah ini akan menua kemudian menjadi
lenyap dengan penyerapan kembali endapan-endapan hialin.
Tabel 2.1
Tinggi Fundus Uteri dan Berat
Uterus
Involusi
|
Tinggi Fundus Uteri
|
Berat
|
Bayi
lahir
|
Setinggi
Pusat
|
1.000 gram
|
1
Minggu
|
Pertengahan
pusat dengan sympisis
|
750 gram
|
2
Minggu
|
Tidak
teraba ti adatas sympisis
|
500 gram
|
6
Minggu
|
Normal
|
50 gram
|
8
Minggu
|
Normal
tapi sebelum hamil
|
30 gram
|
Sumber : Saleha, 2009; h. 55.
F. Kebijakan Program Nasional Masa
Nifas
Tabel
2.2
Kebijakan
Program Nasional Masa Nifas
Kunjungan
|
Waktu
|
Tujuan
|
1
|
6-8 jam setelah persalinan
|
a)
Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
b)
Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan,
rujuk bila perdarahan berlanjut
c)
Memberikan konseling pada ibu atau salah satu
anggota keluarga mengenai bagaimana cara mencegah perdarahan masa nifas
karena atonia uteri
d)
Pemberian ASI awal
e)
Melakukan hubungan antara ibu dengan bayi yang
baru lahir
f)
Menjaga bayi agar tetap sehat dengan cara
mencegah hypotermi
g)
Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia
harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah
kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil
|
2
|
6 hari setelah persalinan
|
a)
Memastikan involusi uterus berjalan normal :
uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan
abnormal, tidak ada bau
b)
Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau
perdarahan abnormal
c)
Memastikan ibu mendapatkan cukup makan, cairan
dan istirahat
d)
Memastikan ibu menyusui dengan baik dan memperhatikan tanda-tanda penyulit
e)
Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan
pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat, dan merawat bayi
sehari-hari
|
3
|
2 minggu setelah persalinan
|
Sama seperti di atas
|
4
|
6 minggu setelah persalinan
|
a)
Menanyakan pada ibu tentang kesulitan-kesulitan
yang ia atau bayinya alami
b)
Memberikan konseling untuk KB secara dini
|
Sumber: Sulistyawati, 2009; h. 6-7
G. Anatomi Dan Fisiologi Payudara
Secara vertikal payudara terletak
diantara kosta II dan IV, secara horizontal mulai dari pinggir sternum sampai
linea aksilaris medialis. Kelenjar susu berada di jaringan sub kutan tepatnya
diantara jaringan sub kutan superficial dan profundus yang menutupi muskulus
pectoralis mayor.
Ukuran normal 10-12 cm dengan
beratnya pada wanita hamil adalah 200 gram, pada wanita aterm 400-600 gram dan
pada masa laktasi sekitar 600-800 gram. Bentuk dan ukuran akan bervariasi
menurut aktifitas dan fungsionalnya. Payudara menjadi besar saat hamil dan
menyusui dan biasanya mengecil setelah menopause. Pembesaran ini terutama
disebabkan oleh pertumbuhan struma jaringan penyangga dan penimbunan jaringan
lemak (Ambarwati, 2008; h. 6-7).
H. Konsep Dasar Menyusui
Terdapat tiga
bagian utama payudara, yaitu :
1.
Korpus (badan), yaitu bagian yang
membesar
2.
Areola, yaitu bagian yang kehitaman di
tengah
3.
Papilla atau putting yaitu bagian yang
menonjol di puncak payudara
(Maryunani, 2010; h. 350).
a.
Korpus
Korpus adalah badan
dari payudara yang terdiri dari :
1)
Alveolus, yaitu unit
terkecil yang memproduksi susu. Bagian dari alveolus adalah sel aciner,
jaringan lemak, sel plasma, sel otot polos dan pembuluh darah. Lobulus, yaitu
kumpulan dari alveolus. Lobus, yaitu beberapa lobulus yang berkumpul menjadi
15-20 lobus pada tiap payudara
2)
Duktus, ASI disalurkan dari alveolus
ke dalam saluran kecil
3)
Duktus laktiferus kemudian
beberapa duktus bergabung membentuk saluran yang lebih besar
b.
Areola
Areola
(kalang payudara) adalah bagian payudara yang mengelilingi puting yang berwarna
kegelapan yang disebabkan oleh penipisan dan penimbunan pigmen pada kulitnya. Sinus
laktiferus, yaitu saluran di bawah areola yang besar melebar, akhirnya memusat
ke dalam puting dan bermuara ke luar. Di dalam dinding alveolus maupun
saluran-saluran terdapat otot polos yang bila berkontraksi dapat memompa ASI
keluar
c.
Papilla
Papilla
atau putting susu terletak setinggi interkosta IV, tetapi berhubungan adanya
variasi bentuk dan ukuran payudara maka letaknya pun akan bervariasi pula. Pada
tempat ini terdapat lubang-lubang kecil yang merupakan muara dari duktus
laktiferus, ujung-ujung serat otot polos yang tersusun secara sirkuler sehingga
bila ada kontraksi maka duktus laktiferus akan memadat dan menyebabkan putting
susu ereksi, sedangkan serat-serat otot yang longitudinal akan menarik kembali
putting susu tersebut. Bentuk puting ada empat, yaitu bentuk yang normal,
pendek/ datar, panjang dan terbenam (Ambarwati, 2008; h. 29-30).
ASI Ekslusif
adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan, tanpa tambahan cairan lain
seperti susu formula, jeruk, madu, air
teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, bubur
susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru mulai diberikan
makanan pendamping ASI (MPASI). ASI dapat diberikan sampai anak berusia 2 tahun
atau lebih (Ambarwati, 2008; h. 30).
I. Proses Produksi ASI
Pengeluaran ASI
merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf,
dan macam-macam hormon. Pengaturan hormon yang terdapat dalam pengeluaran ASI
ada 3 yaitu :
1.
Produksi air susu ibu (Prolaktin)
2.
Pengeluaran air susu ibu (Oksitosin)
3.
Pemeliharan air susu ibu
Tetapi pada seorang ibu
yang hamil dikenal dua reflek yang masing-masing berperan dalam pembentukan dan
pengeluaran air susu ibu, yaitu:
a.
Reflek prolaktin
Reflek ini sangat
memegang peranan penting dalam proses kolostrum, dimana hormon ini merangsang
sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu kadar prolaktin ibu yang
akan menyusui akan normal kembali tiga bulan setelah melahirkan. Pada ibu yang
menyusui akan meningkat dalam keadaan-keadaan seperti:
1)
Stres atau pengaruh psikis
2)
Anastesi
3)
Oprasi
4)
Rangsangan puting susu
5)
Tabungan kelamin
6)
Obat-obatan trangulizer hipotalamus
seperti reserpin, klorpromazim, dan fenotiazid
(Saleha, 2009; h. 16).
Gambar
2.1 Refleks prolaktin
b.
Reflek let down
Rangsangan ini bersal
dari hisapan bayi yang dilanjutkan neorohiposis yang kemudian dikeluarkan oleh
oksitosin
Faktor-faktor
yang meningkatkan reflek let down :
1)
Melihat Bayi
2)
Mendengarkan suaranya
3)
Mencium bayinya
4)
Memikirkan untuk menyusui bayinya
(Saleha,
2009; h. 16).
Gambar 2.2 Refleks aliran
J. Tanda-tanda pelekatan yang benar, antara
lain :
Gambar 2.3 perlekatan bayi yang benar
1.
Tampak aerola masuk sebanyak
mungkin.aerola bagian atas lebih banyak terlihat
2.
Mulut terbuka lebar
3.
Bibir atas dan bawah terputar keluar
4.
Dagu bayi menempel pada kepayudara
5.
Gudang ASI termasuk dalam jaringan yang
masuk
6.
Jaringan payudara merenggang sehingga
membentuk “DOT” yang panjang
7.
Putting susu sekitar 1/3 – ¼ bagian “DOT” saja
8.
Bayi menyusu pada payudara, bukan
putting susu
9.
Lidah bayi terjulur melewati gusi bawah
(dibawah gudang ASI), melingkari “dot” jaringan payudara
(Sulistyawati, 2009; h.
29-30).
K. Proses Pembentukan Laktogen
Proses pembentukan laktogen melalui
tahapan-tahapan berikut:
1.
Laktogenesis I
Pada fase terakhir kehamilan,
payudara wanita memasuki fase laktogenesis. Saat ini payudara memproduksi
kolostrum, yaitu berupa cairan kental kekuningan. Pada saat itu, tingkat
progesteron tinggi mencegah produksi ASI yang sebenarnya. Namun, hal ini bukan
merupakan masalah medis. Apabila ibu hamil mengeluarkan (bocor) kolostrum
sebelum bayi lahir, hal ini bukan merupakan indikasi sedikit atau banyaknya
produksi ASI sebenarnya nanti
2.
Laktogenesis II
Saat melahirkan, keluarnya plasenta
menyebabkan turunnya tingkat hormon progesteron, estrogen dan HPL secara
tiba-tiba, namun hormon prolaktin tetap tinggi. Hal ini menyebabkan produksi
ASI besar-besaran yang dikenal dengan fase laktogenesis II. Apabila payudara
dirangsang, jumlah prolaktin dalam darah meningkat dan mencapai puncaknya dalam
periode 45 menit, kemudian kembali ke level sebelum rangsangan tiga jam
kemudian. Keluarnya hormon prolaktin menstimulasi sel di dalam alveoli untuk
memproduksi ASI, dan hormon ini juga keluar dalam ASI itu sendiri. Penelitian
mengindikasikan bahwa jumlah prolaktin dalam susu lebih tinggi apabila produksi
ASI lebih banyak, yaitu sekitar pukul 02.00 dini hari hingga 06.00 pagi,
sedangkan jumlah prolaktin rendah saat payudara terasa penuh
3.
Laktogenesis III
Sistem kontrol
hormon endokrin mengatur produksi ASI selama kehamilan dan beberapa hari
pertama setelah melahirkan. Ketika produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol
otokrin dimulai. Fase ini dinamakan laktogenesis III. Pada tahap ini, apabila
ASI banyak dikeluarkan, payudara akan memproduksi ASI banyak pula. Dengan
demikian, produksi ASI sangat dipengaruhi oleh seberapa sering dan seberapa
baik bayi menghisap, juga seberapa sering payudara dikosongkan (Saleha, 2009; h.
13-14).
L. Reflek Bayi Baru Lahir Untuk
Mendapatkan Asi
1.
Refleks Rooting
Refleks inimemungkinkan
bayi baru lahir untuk menemukan puting susu apabila ia diletakkan di payudara
2.
Refleks Sucking
Yaitu saat bayi mengisi
mulutnya dengan puting susu atau pengganti puting susu sampai ke langit keras
dan punggung lidah. Refleks ini melibatkan rahang, lidah dan pipi
3.
Refleks Swalowing
Yaitu gerakan pipi dan
gusi dalam menekan areola, sehingga refleks ini merangsang pembentukan rahang
bayi (Saleha, 2009; h. 15-17).
M. Manfaat Pemberian Asi
1.
Bagi Bayi
Pemberian ASI dapat membantu bayi
memulai kehidupannya dengan baik. Kolostrum, susu jolong, atau susu pertama
mengandung antibody yang kuat untuk mencegah infeksi dan membuat bayi menjadi
kuat. Penting bagi bayi sekali untuk segera minum ASI dalam jam pertama sesudah
lahir, kemudian setidaknya setiap 2-3 jam. ASI mengandung campuran berbagai
bahan makanan yang tepat bagi bayi. ASI mudah dicerna oleh bayi. ASI saja
–tanpa tambahan makanan lain- merupakan cara terbaik untuk memberi makan bayi
dalam waktu 4-6 bulan pertama. Sesudah 6 bulan, beberapa bahan makanan lain
harus ditambahkan pada bayi. Pemberian ASI pada umumnya harus disarankan selama
setidaknya 1 tahun pertama kehidupan anak.
2.
Bagi Ibu
a.
Pemberian ASI membantu ibu untuk
memulihkan diri dari proses persalinannya. Pemberian ASI selama beberapa hari
pertama membuat rahim berkontraksi dengan cepat dan memperlambat perdarahan
(hisapan pada putting susu merangsang dikeluarkannya hormon oksitosin alami
akan membantu kontraksi rahim).
b.
Wanita yang menyusui bayinya akan lebih
cepat pulih/ turun berat badannya dari berat badan yang bertambah selama hamil.
c.
Ibu yang menyusui, yang menstruasinya
belum muncul kembali akan kecil kemungkinannya untuk menjadi hamil (kadar
prolaktin yang tinggi akan menekan hormone FSH dan ovulasi).
d.
Pemberian ASI adalah cara terbaik bagi
ibu untuk mencurahkan kasih sayangnya kepada buah hatinya.
3.
Bagi Semua Orang
a.
ASI selalu bersih dan bebas hama yang
menyebabkan infeksi
b.
Pemberian ASI tidak memerlukan persiapan
khusus
c.
ASI selalu tersedia dan gratis
d.
Ibu menyusui yang siklus menstruasinya
belum pulih kembali akan memperoleh perlindungan sepenuhnya dari kemungkinan
hamil
(Sulistyawati,
2009; h. 17-18).
N. Panduan Menyusui Yang Benar
Menyusui merupakan salah satu komponen
dari sistem reproduksi: hamil, melahirkan, dan menyusui. Proses menyusui tidak
selalu berjalan dengan baik karena menyusui bukan suatu yang terjadi dengan
sendirinya, tetapi merupakan suatu keterampilan yang perlu diajarkan dan perlu
dipersiapkan sejak hamil
1.
Persiapan Fisik ibu
a.
Makanan yang bergizi disesuaikan dengan
keperluan ibu hamil agar kenaikan berat badan ibu selama hamil adalah 11 kg
b.
Senam hamil
c.
Pemeriksaan kehamilan yang teratur
d.
Cukup istirahat.
2.
Persiapan mental ibu
a.
Menyakinkan ibu bahwa menyusui merupakan
proses alamiah dan setiap ibu dapat menyusui asalkan dilaksanakan dengan baik
b.
Menambah pengetahuan ibu tentang
maanfaat ASI dan menjelaskan tentang mitos seputar ASI sehingga ibu termotifasi
untuk menyusui
c.
Mengikut sertakan suami dan anggota
keluarga lain untuk mendukung ibu dalam proses menyusui.
O. Cara Menyusui Yang Benar
1.
Posisi badan ibu dan bayi
a.
Duduk dengan posisi santai dan tegak
b.
Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan
sedikit kemudian dioleskan pada putting susu dan areola sekitarnya
c.
Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala
bayi diletakkan pada lengkung siku ibu dan bokong bayi diletakkan pada lengan.
Kepala bayi tidak boleh tertengadah atau bokong bayi ditahan dengan telapak
tangan ibu
d.
Satu tangan bayi diletakkan dibelakang
badan ibu dan yang satu didepan
e.
Perut bayi menempel badan ibu, kepala
bayi menghadap payudara
f.
Telinga dan lengan bayi terletak pada
satu garis lurus
g.
Ibu menatap bayi dengan kasih sayang
h.
Tangan kanan menyangga payudara kiri dan
keempat jari dan ibu jari menekan payudara bagian atas areola
i.
Bayi diberi rangsangan untuk membuka
mulut (rooting reflek) dengan cara menyentuh pipi dengan putting susu atau
menyentuh sisi mulut bayi
j.
Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat
kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dengan putting serta areola dimasukkan
ke mulut bayi
k.
Melepas isapan bayi
l.
Setelah menyusui pada satu payudara
sampai terasa kosong, sebaiknya diganti menyusui pada payudara yang lain
(Ambarwati,
2008; h. 38-40).
2.
Posisi mulut bayi dan putting susu ibu
a.
Payudara dipegang dengan ibu jari di
atas jari yang lain menopang di bawah (bentuk C) atau dengan menjepit payudara
dengan jari telunjuk dan jari tengah (bentuk gunting), di belakang areola
(kalang payudara)
b.
Bayi diberi rangsangan agar membuka
mulut (rooting reflek)
c.
Posisikan putting susu di atas “bibir
atas” bayi dan berhadapan dengan hidung bayi
d.
Kemudian masukkan putting susu ibu
menelusuri langit-langit mulut bayi
e.
Setelah bayi menyusu/ menghisap payudara
dengan baik, payudara tidak perlu di pegang atau disangga lagi
f.
Dianjurkan tangan ibu yang bebas
dipergunakan untuk mengelus-elus bayi.
3.
Posisi Menyusui Yang Benar
a.
Tubuh bagian depan bayi menempel pada
tubuh ibu
b.
Dagu bayi menempel pada payudara
c.
Dagu bayi menempel pada dada ibu yang
berada di dasar payudara (bagian bawah)
d.
Telinga bayi berada dalam satu garis
dengan leher dan lengan bayi
e.
Mulut bayi terbuka dengan bibir bawah
yang terbuka
f.
Sebagian besar areola tidak nampak
g.
Bayi menghisap dalam dan perlahan
h.
Bayi puas dan tenang pada akhir menyusu
i.
Terkadang terdengar suara bayi menelan
j.
Putting susu tidak terasa sakit atau
lecet
(Ambarwati, 2008; h. 38-43).
Gambar 2.4
Posisi Menyusui
(http://www.posisimenyusui.co.id/2010/05/posisi-teknik-menyusui.html).
4.
Melepas Isapan Bayi
Setelah
menyusui pada satu payudara sampai terasa kosong, sebaiknya diganti menyusui
pada payudara yang lain. Cara melepas isapan bayi :
a.
Jari kelingking ibu dimasukkan kemulut
bayi melalui sudut mulut
b.
Dagu bayi ditekan kebawah
(Ambarwati,
2008; h. 38-40).
5.
Menyendawakan Bayi
Tujuan menyendawakan
bayi adalah mengeluarkan udara dari lambung supaya bayi tidak muntah (gumoh)
setelah menyusu.
Cara
menyendawakan bayi :
a.
Bayi digendong tegak dengan bersandar
pada bahu ibu kemudian punggungnya ditepuk perlahan-lahan
b.
Dengan cara menelungkupkan bayi di atas
pangkuan ibu, lalu usap-usap punggung bayi sampai bayi bersendawa.
P. Cara Mengamati Teknik Menyusui Ibu
Benar
Menyusui dengan teknik
yang tidak benar dapat menyebabkan puting susu ibu menjadi lecet dan ASI tidak
keluar secara optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya dan bayi tidak mau menyusu. Tanda-tanda bayi
menyusui baik dan benar
1.
Tanda-tanda ibu telah menyusui banyinya
dengan baik dan benar
a.
Mulut bayi terbuka lebar dan bibir
terlipat keluar
b.
Dagu dan hidungnya menempel pada
payudara
c.
Bayi sudah memasukan sebabyak mungkin
bagian aerola kedalam mulutnya
d.
Bayi menyusu dengan teratur yang sebentar-bentar
berhenti sebentar
e.
Puting susu ibu tersa lebih nyaman
2.
Tanda-tanda ibu belum menyusui bayinya
dengan baik dan benar
a.
Kepala bayi tidak lurus dengan kepalanya
b.
Bayi hanya menyusu dengan puting susu
c.
Bayi menyusu dengan ringan, cepat,
dan tidak gugup, menyusu dengan
sungguh-sungguh serta teratur
d.
Pipinya berkerut kearah dalam dan
terdengar suara “CIK-CIK”
e.
Ibu tidak mendengar bayinya menelan
secara teratur (Saleha, 2009; h. 37-38).
3.
Kelenjar Air Susu Ibu mempunyai 15-20
saluran ASI. Tekanan jari ibu pada waktu menyusui, tekanan oleh BH yang terlalu
kuat, atau posisi yang sedemikian rupa yang dapat menyebabkan ASI tidak keluar.
Sehingga dapat terjadi pembengkakan payudara. Hal tersebut dapat dicegah dengan
beberapa hal antara lain :
a.
Posisi ibu menyusui yang benar
b.
Posisi menyusui perlu diubah agar semua
saluran ASI tekosongkan
c.
Memakai brah yang tidak terlalu ketat
d.
Lebih sering menyusui bayinya
e.
Istirahat yang cukup
(Ambarwati,
2008; h. 6-7)
Q. Masalah menyusui pada masa nifas
dini
1.
Putting susu nyeri
Umumnya ibu akan merasa nyeri pada
waktu awal menyusui. Perasaan sakit ini akan berkurang setelah ASI keluar. Bila
posisi mulut bayi dan putting susu ibu benar, perasaan nyeri akan segera hilang
Cara
menangani :
a.
Pastikan posisi menyusui sudah benar
b.
Mulailah menyusui pada putting susu yang
tidak sakit, guna membantu mengurangi
sakit pada putting susu yang sakit
c.
Segera setelah minum, keluarkan sedikit
ASI, oleskan di putting susu dan biarkan payudara terbuka untuk beberapa waktu
sampai putting susu kering
(Ambarwati,
2009; h. 49).
2.
Putting susu lecet
Putting susu terasa nyeri bila
tidak ditangani dengan benar akan menjadi lecet. Umumnya menyusui akan
menyakitkan dan kadang-kadang mengeluarkan darah. Putting susu lecet dapat
disebabkan oleh posisi menyusui yang salah, tapi dapat pula disebabkan oleh
thrush (candidiasis) atau dermatitis.
Cara
menangani :
a.
Cari penyebab putting lecet (posisi
menyusui salah, candidiasis atau dermatitis)
b.
Obati penyebab putting lecet terutama
perhatikan posisi menyusui
c.
Kerjakan semua cara-cara menangani susu
nyeri diatas tadi
d.
Ibu dapat terus memberikan ASI nya pada
keadaan luka tidak begitu sakit
e.
Olesi putting susu dengan ASI akhir (hindmilk), jangan sekali-sekali
memberikan obat lain, seperti krim, salep, dan lain-lain
f.
Putting susu yang sakit dapat
diistirahatkan untuk sementara waktu kurang lebih 1 x 24 jam, dan biasanya akan
sembuh sendiri dalam waktu sekitar 2 x 24 jam
g.
Selama putting susu diistirahatkan,
sebaiknya ASI tetap dikeluarkan dengan tangan, dan tidak dianjurkan dengan alat
pompa karena nyeri
h.
Cuci payudara sekali saja sehari dan
tidak dibenarkan untuk menggunakan dengan sabun
i.
Bila sangat menyakitkan, berhenti
menyusui pada payudara yang sakit untuk sementara untuk memberi kesempatan
lukanya menyembuh
j.
Keluarkan ASI dari payudara yang sakit
dengan tangan (jangan dengan pompa ASI) untuk tetap mempertahankan kelancaran
pembentukan ASI
k.
Berikan ASI perah dengan sendok atau
gelas. Jangan menggunakan dot
l.
Setelah terasa membaik, mulai menyusui
kembali mula-mula dengan waktu yang lebih singkat
m.
Bila lecet tidak sembuh dalam 1 minggu,
rujuk kepuskesmas (Ambarwati, 2009; h. 50)
3.
Payudara bengkak
Pada hari-hari pertama (sekitar 2-4
jam), payudara sering terasa penuh dan nyeri disebabkan bertambahnya aliran
darah ke payudara bersamaan dengan ASI mulai di produksi dalam jumlah banyak
Penyebab bengkak
:
a.
Posisi mulut bayi dan putting susu ibu
salah
b.
Produksi ASI berlebihan
c.
Terlambat menyusui
d.
Pengeluaran ASI yang jarang
e.
Waktu menyusui yang terbatas
4.
Perbedaan payudara penuh dengan payudara
bengkak
a.
Payudara penuh : rasa berat pada
payudara, panas, dan keras. Bila diperiksa ASI keluar, dan tidak ada demam
b.
Payudara bengkak : payudara oedema,
sakit, putting susu kencang, kulit mengkilat walau tidak merah, dan bila
diperiksa/ diisap ASI tidak keluar. Badan bisa demam setelah 24 jam. Untuk
mencegah maka diperlukan : menyusui dini, perlekatan yang baik, menyusui “on
demand”. Bayi harus sering lebih disusui. Apabila terlalu tegang, atau bayi
tidak dapat menyusu sebaiknya ASI dikeluarkan dahulu, agar ketegangan menurun. Cara
mengatasinya :
1)
Susui bayinya sesering mungkin tanpa
jadwal dan tanpa batas waktu
2)
Bila bayi sukar menghisap, keluarkan ASI
dengan bantuan tangan atau pompa ASI yang efektif
3)
Sebelum menyusui untuk merangsang
refleks oksitosin dapat dilakukan : kompres hangat untuk mengurangi rasa sakit,
massage payudara, massage leher dan punggung
4)
Setelah menyusui, kompres air dingin
untuk mengurangi oedema
5.
Mastitis
Mastitis adalah radang pada
payudara. Gejala yang dirasakan adalah sebagai berikut :
a.
Bengkak, nyeri pada seluruh payudara/
nyeri local
b.
Kemerahan pada seluruh payudara atau hanya local
c.
Payudara keras dan berbenjol- benjol
d.
Panas badan dan rasa sakit umum (Saleha,
2009; h. 109).
6.
Abses payudara
Harus dibedakan antara mastitis dan
abses. Abses payudara merupakan kelanjutan/ komplikasi dari mastitis. Hal ini,
disebabkan oleh karena meluasnya peradangan pada payudara tersebut.
Gejala yang dirasakan oleh ibu
dengan abses payudara adalah sebagai berikut :
a.
Ibu tampak lebih parah sakitnya
b.
Payudara lebih merah dan mengkilap
c.
Benjolan lebih lunak karena berisi
nanah, sehingga perlu diinsisi untuk
mengeluarkan nanah tersebut.
(Saleha, 2009; h.110).
R. Masalah menyusui pada bayi
1.
Bayi sering menangis
Secara sistematis sebab
bayi menangis dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a.
Bayi merasa tidak “aman”. Ia justru
membutuhkan banyak dekapan dan “ditemani selalu”
b.
Bayi merasa sakit. Panas, kolik, hidung
tersumbat, dll.
c.
Bayi basah. Ngompol, BAB tak lekas
diganti, dll.
d.
Bayi kurang gizi. Kurang sering menyusu,
kurang lama menyusu, menyusu tidak efisien
(Ambarwati, 2009; h. 56)
2.
Bayi bingung putting
Bingung putting (nipple
confusion) adalah suatu keadaan yang terjadi karena bayi mendapat susu formula
dalam botol berganti-ganti dengan menyusu pada bayi. Peristiwa ini terjadi
karena mekanisme menyusu pada putting ibu berbeda dengan mekanisme menyusu pada
botol. Menyusu pada ibu memerlukan kerja otot-otot pipi, gusi, langit-langit
dan lidah. Sebaliknya pada menyusu botol bayi secara pasif dapat memperoleh
susu buatan. Yang menentukan pada menyusu botol adalah faktor dari “si pemberi”
antara lain kemiringan botol atau tekanan gravitasi susu, besar lubang dan
ketebalan karet dot.
Tanda-tanda
bayi bingung putting :
a.
Bayi menghisap putting seperti menghisap
dot
b.
Menghisap secara terputus-putus dan
sebentar-bentar
c.
Bayi menolak menyusu
Karena
itu, untuk menghindari bayi bingung putting :
a.
Jangan mudah mengganti ASI dengan susu
formula tanpa indikasi (medis) yang kuat
b.
Kalau terpaksa harus memberikan susu
formula berikan dengan sendok atau pipet dan bahkan cangkir, jangan sekali-kali
menggunakan botol dan dot atau bahkan memberi kempeng
S. Pengertian
perawatan payudara
Perawatan yang
dilakukan pada payudara supaya payudara tetap sehat dan tidak tejadi infeksi.
1.
Tujuan Perawatan
Payudara
a.
Meningkatkan produksi ASI dengan
merangsang kelenjar-kelenjar air susu melalui pemijatan
b.
Mencegah bendungan ASI/ pembengkakan payudara
c.
Melenturkan dan menguatkan puting
d.
Mengetahui secara dini kelainan puting
susu dan melakukan usaha untuk mengatasi
e.
Persiapan psikis ibu menyusui
2.
Cara Perawatan
Payudara
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
melaksanakan perawatan payudara pasca persalinan, yaitu:
a. Puting susu dikompres dengan kapas minyak selama 3-4
menit, kemudian bersihkan dengan kapas minyak tadi
b. Pengenyalan yaitu puting susu dipegang dengan ibu jari
dan jari telunjuk diputar kedalam 20 kali keluar 20 kali
3. Penonjolan puting susu yaitu :
a. Puting susu cukup ditarik sebanyak 20 kali
b. Dirangsang dengan menggunakan ujung waslap
c. Memakai pompa puting susu
4. Pengurutan payudara:
a. Telapak tangan petugas diberi baby oil kemudian
diratakan
b. Peganglah payudara lalu diurut dari pangkal ke putting
susu sebanyak 30 kali
c. Pijatlah puting susu pada daerah areola mammae untuk
mengeluarkan colostrums
d. Bersihkan payudara dengan air bersih memakai waslap
Gambar 2.5
Pengurutan buah dada dari tengah ke samping kemudian ke bawah
Gambar 2.6
Pengurutan buah dada berputar dari tengah ke samping kemudian ke bawah
Gambar 2.7
Pengurutan buah dada berputar dari tengah ke samping kemudian ke bawah
Gambar 2.8
Pengurutan buah dada dari pangkal ke puting.
5. Perangsangan Payudara
Setelah selesai pengurutan, payudara disiram dengan
air hangat dan dingin secara bergantian selama ± 5 menit (air hangat dahulu
kemudian air dingin). Kemudian pakailah BH (kutang) yang menyangga payudara.
Diharapkan dengan melakukan perawatan payudara, baik sebelum maupun sesudah
melahirkan, proses laktasi dapat berlangsung dengan sempurna.
6. Manfaat
Manfaat
gerakan tersebut yaitu melancarkan refleks pengeluaran ASI, meningkatkan volume
ASI, mencegah bendungan pada payudara.
7.
Faktor Yang
Mendukung Perawatan Payudara
a.
Menjaga payudara agar tetap kering
b.
Senam payudara
Gambar 2.9
Senam payudara
Manfaat
senam payudara adalah menjaga otot dada sebagai penyangga, agar tetap kencang,
juga untuk mencegah payudara turun atau kendur sebelum waktunya. Manfaat
aerobik, seperti berjalan, joging atau naik sepeda dapat membantu mendapatkan
postur tubuh yang baik,
sekaligus
memperbaiki penampilan payudara. Senam lainnya adalah mendayung, berenang, dan
latihan aerobik yang menggunakan alat – alat pemberat tangan serta beberapa
gerakan yoga. Senam ringan ini tidak menjamin perubahan bentuk dan ukuran
payudara. Namun dengan melakukan senam tersebut otot – otot dada akan menguat
dan tampilan payudara akan lebih padat dan indah. Langkah – langkah yang dapat
di lakukan pada senam payudara yaitu:
1)
Pertemukan telapak tangan didepan
belahan payudara anda
2)
Berdiri dengan tegak dan lakukan gerakan
saling menekan
3)
Tahan selama 5 detik. Rileks dan ulangi
gerakan tersebut 10 x
4)
Lengan bawah saling menggenggam.
Cengkeram lengan bawah tangan dengan telapak tangan kiri, dan lengan bawah kiri
dengan telapak tangan kanan, dengan posisi siku sebatas bahu
5)
Tarik – tarik kedua arah (kedalam dan
keluar), jangan sampai terlepas ulangi gerakan tersebut 10 x
6)
Pertemukan jari – jari kedua tangan anda
di bawah dagu dan tekuk keduanya dengan posisi saling mengunci, kemudian
tariklah. Tahan selama 5 detik ulangi gerakan ini 10 x.
c.
Memijat payudara
1)
Usap payudara, dimulai dengan payudara
kanan, dengan gerakan ke atas, menggunakan kedua telapak tangan
2)
Dengan sapuan telapak tangan, bentuk
payudara agar menjulang dengan cara mengusap – usap dari segala arah menuju
ketengah (puting susu), kumpulkan daging payudara kearah tengah, dengan
mencubitnya
II.
TINJAUAN
TEORI ASUHAN KEBIDANAN
Menurut
varney (1997), proses penyelesaian masalah merupakan salah satu upaya yang
dapat digunakan dalam manajemen kebidanan. Varney berpendapat bahwa dalam
melakukan manajemen kebidanan, bidan harus memiliki kemampuan berfikir secara
kritis untuk menegakkan diagnosis atau masalah potensial kebidanan. Selain itu,
diperlukan pula kemampuan kolaborasi atau kerjasama. Hal ini dapat digunakan
sebagai dasar dalam perencanaan kebidanan selanjutnya.
Langkah-langkah
asuhan kebidanan menurut varney (1997), yaitu sebagai berikut :
A.
Pengumpulan data dasar
Langkah ini dilakukan
dengan melakukan pengkajian melalui proses pengumpulan data yang diperlukaan
untuk mengevaluasi keadaan pasien secara lengkap seperti riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan, peninjauan catatan terbaru atau
catatan sebelumnya, data laboraturium dan membandingkannya dengan hasil studi.
Semua data dikumpulkan
dari semua sumber yang berhubungan dengan kondisi pasien
1.
Data Subyektif
a.
Biodata yang mencakup identitas pasien.
1)
Nama
Nama jelas dan lengkap,
bila perlu nama panggilan sehari-hari agar tidak keliru dalam memberikan
penanganan (Ambarwati, 2008; h. 131).
2)
Umur
Dicatat dalam tahun
untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat
reproduksi belum matang, mental psikisnya belum siap, sedangkan umur lebih dari
35 tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas (Ambarwati,
2008; h. 131).
3)
Agama
Untuk mengetahui
keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa
(Ambarwati, 2008; h. 132).
4)
Pendidikan
Berpengaruh dalam
tindakan kebidanan dan untuk mengetahui
sejauh mana tingakat intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan
konseling sesuai dengan pendidikanya (Ambarwati, 2008; h. 132).
5)
Suku/ Bangsa
Berpengaruh pada adat
istiadat atau kebiasaan sehari-hari (Ambarwati, 2008; h. 132).
6)
Pekerjaan
Gunanya untuk
mengetahui dan mengukur tingat social ekonominya, karena ini juga mempengaruhi
dalam gizi pasien tersebut ( Ambarwati, 2008; h. 132).
7)
Alamat
Ditanyakan untuk
mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan (Ambarwati, 2008; h. 132).
b.
Keluhan utama
Untuk mengetahui
masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan masa nifas (Ambarwati, 2008; h.
132).
Memberikan ASI pada
bayi kita merupakan suatu “kewajiban”. ASI memang sangat penting untuk bayi
kita, mengingat ASI kaya akan zat-zat gizi seimbang, lengkap dan juga
mengandung zat untuk kekebalan / imunitas tubuh bayi. Untuk itu, jika kita ingin
mempunyai anak yang sehat, cerdas, kuat, dan lincah, maka memberikan ASI
merupakan kewajiban bagi kita para ibu, tapi tentunya para bapak juga harus
perhatian dan memberikan dukungan bagi sang istri untuk bisa memberikan ASI
kepada sang buah hati. Akan tetapi, karena berbagai hal si ibu tidak bisa
memberikan ASI langsung kepada si bayi, mungkin karena bekerja. Banyak sekali
para ibu yang lantas memberikan susu formula kepada anaknya dengan alasan
kepraktisan. Padahal dengan ASI, anak sehat, ibupun hemat (Nanny dan Sunarsih, 2011;
h. 26).
Cairan pertama yang
diperoleh bayi pada ibunya adalah kolostrum, yang mengandung campuran kaya akan
protein, mineral, dan antibodi daripada ASI yang telah matang. ASI mulai ada
kira-kira pada hari ke-3 atau hari ke-4 (Nanny dan Sunarsih, 2011; h. 20).
Untuk mengetahui
masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan masa nifas, misalnya pasien merasa
mulas, sakit pada jalan lahir karena adanya jahitan pada perineum (Ambarwati,
2008; h.132).
c.
Riwayat kesehatan
1)
Riwayat kesehatan yang lalu.
Data ini diperlukan
untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau penyakit akut, kronis seperti:
jantung, DM, hipertensi, Asma yang dapat mempengaruhi pada masa hamil ini (Ambarwati,
2008; h. 133).
2)
Riwayat kesehatan sekarang
Data-data ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang diderita pada saat ini yang ada
hubungannya dengan masa nifas dan bayinya (Ambarwati, 2008; h. 133).
3)
Riwayat kesehatan keluarga
Data ini diperlukan
untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gagguan
kesehatan pasien dan bayinya, yaitu apabila ada penyakit keluarga yang
menyertainya (Ambarwati, 2008; h. 133).
4)
Riwayat perkawinan
Yang perlu dikaji
adalah berapa kali menikah, status menikah syah atau tidak, karena bila
melahirkan tanpa status yang jelas akan berkaitan dengan psikologisnya sehingga
akan mempengaruhi proses kehamilanya (Ambarwati, 2008; h. 133).
5)
Riwayat KB
Untuk mengetahui apakah
pasien pernah ikut KB dengan kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan
selama menggunakan kontrasepsi serta rencana KB setelah masa nifas ini dan
beralih ke kontrasepsi apa (Ambarwati, 2008; h. 134).
6)
Kehidupan Sosial Budaya
Untuk mengetahui pasien
dan keluarga yang menganut adat istiadat yang akan menguntungkan atau merugikan
pasien khususnya pada masa nifas misalnya pada kebiasaan pantang makan (Ambarwati,
2008; h. 134).
7)
Data psikososial
Untuk mengetahui respon
ibu dan keluarga terhadap bayinya. Wanita mengalami banyak perubahan emosi/ psikologis
selama masa nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu (Damayanti,
2009; h. 130).
8)
Data pengetahuan
Untuk mengetahui
seberapa jauh pengetahuan ibu tentang perawatan setelah melahirkan sehingga
akan menguntungkan selama masa nifas (Ambarwati, 2008; h. 136).
9)
Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
a)
Nutrisi
Ibu nifas membutuhkan
nutrisi yang cukup, gizi seimbang, terutama kebutuhan protein dan karbohidrat.
Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi air susu, yang
sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi.
1)
Kebutuhan kalori ibu rata-rata ibu
menggunakan kira-kira 640 kal/hari untuk 6 bulan pertama dan 510 kal/hari
selama 6 bulan kedua untuk menghasilkan jumlah susu normal. Rata-rata ibu harus
mengkonsumsi 2.300-2.700 kal ketika menyusui. Makanan yang dikonsumsi perlu
memenuhi syarat, seperti : susunannya harus seimbang, porsinya cukup, dan
teratur, tidak terlalu asin, pedas atau berlemak, serta tidak mengandung
alkohol, nikotin, bahan pengawet, dan pewarna.
2)
Ibu memerlukan tambahan 20 gr protein
diatas kebutuhan normal ketika menyusui jumlah ini hanya 16% dari tambahan 500
kal yang dianjurkan. Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan pergantian sel-sel
yang rusak atau mati.
3)
Ibu menyusui dianjurkan minum 2-3 liter
per hari dalam bentuk air putih, susu, dan jus buah (anjurkan ibu untuk minum
setiap kali menyusui). Mineral, air, dan vitamin digunakan untuk melindungi
tubuh dari serangan penyakit dan mengatur kelancaran metabolisme didalam tubuh
(Nanny dan Sunarsih,
2011; h. 72).
b)
Eliminasi
Ibu diminta untuk buang
air kecil minimal 6 jam post partum, apabila setelah 8 jam post partum ibu
belum dapat berkemih maka ibu hendaknya dilakukan kateterisasi. Untuk pola
buang air besar, setelah 2 hari ibu diharapkan sudah dapat buang air besar,
jika pada hari ke 3 ibu belum dapat buang air besar maka ibu diberi obat
peroral atau perektal (Saleha, 2009; h. 73).
Biasanya ibu mengalami
obstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini disebabkan karena pada waktu
melahirkan alat pecernaan mendapat tekanan yang menyebabkan usus menjadi
kosong. Supaya buang air besar kembali teratur dapat diberikan diit atau
makanan yang mengandung serat dan pemberian cairan yang cukup (Ambarwati, 2008;
h. 80).
Usus besar cenderung
seret/ tidak lancar setelah melahirkan karena masih adanya efek progesterone
yang tertinggal dan penurunan tonus otot abdomen (Maryunani, 2009; h. 20).
c)
Istirahat
Umumnya wanita sangat
lelah setelah melahirkan. Akan terasa lebih lelah bila partus berlangsung agak
lama. Seorang ibu baru akan cemas apakah ia mampu merasa anaknya atau tidak
setelah melahirkan. Hal ini mengakibatkan susah tidur, alasan lainnya adalah
terjadi gangguan pola tidur karena beban kerja bertambah, ibu harus bangun
malam untuk meneteki, atau mengganti popok yang sebelumnya tidak pernah
dilakukan (nanny dan sunarsih, 2011; h. 76).
Ibu nifas memerlukan
istirahat yang cukup, untuk mencegah kelelahan yang berlebihan (Damayanti,
2011; h. 96).
d)
Personal hygiene
Pada masa postpartum,
seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri
sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian,
tempat tidur, dan lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga (Saleha, 2009; h.
73).
e)
Aktivitas
Menggambarkan pola
aktivitas pasien sehari-hari. Pada pola ini perlu dikaji pengaruh aktivitas
terhadap kesehatannya. Mobilisasi sedini mungkin dapat mempercepat proses
pengembalian alat-alat reproduksi. Apakah ibu melakukan ambulasi, seberapa
sering, apakah kesulitan, dengan bantuan atau sendiri, apakah ibu pusing ketika
melakukan ambulasi (Damayanti, 2009; h. 130).
f)
Hubungan Seksual
Dinding vagina kembali
pada keadaan sebelum hamil dalam waktu 6-8 minggu. Secara fisik aman untuk
memulai hubungan suami istri begitu darah merah berhenti, dan ibu dapat
memasukkan 1 atau 2 jari ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah
berhenti dan ibu tidak merasakan ketidaknyamanan, maka aman untuk memulai
melakukan hubungan suami istri kapan saja ibu siap
(Nanny dan Sunarsih,
2011; h. 77).
2.
Data Objektif
Yang
termasuk dalam komponen-komponen pengkajian data objektif ini adalah :
a.
Vital sign
1)
Temperatur / suhu
Peningkatan suhu badan
mencapai pada 24 jam pertama masa nifas pada umumnya disebabkan oleh dehidrasi,
yang disebabkan oleh keluarnya cairan pada waktu melahirkan, selain itu bisa
juga disebabkan karena istirahat dan tidur yang diperpanjang selama awal
persalinan. Tetapi pada umumnya setelah 12 jam postpartum suhu tubuh kembali
normal. Kenaikan suhu yang mencapai >38°C adalah mengarah ke tanda-tanda
infeksi (Nanny dan Sunarsih, 2011; h. 60).
2)
Nadi dan pernafasan
Nadi berkisar antara
60-80x/menit. Denyut nadi diatas 100x/menit pada masa nifas adalah
mengidentifikasikan adanya suatu infeksi, hal ini salah satunya bisa
diakibatkan oleh proses persalinan sulit atau karena kehilangan darah yang
berlebihan. Pernafasan harus berada dalam rentang yang normal, yaitu sekitar
20-30x/menit (Ambarwati, 2008; h. 138).
3)
Tekanan darah
Biasanya tidak berubah,
kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah melahirkan karena ada perdarahan.
Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat menandakan terjadinya preeklamsia
postpartum (Nanny dan Sunarsih, 2011; h. 60).
b.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
fisik dari ujung rambut sampai ujung kaki
1)
Payudara
Menjadi besar saat hamil dan
menyusui dan biasanya mengecil setelah menopouse. Pembesaran ini terutama
disebabkan oleh pertumbuhan struma jaringan penyangga dan penimbunan jaringan
lemak.
Areola mamae (kalang payudara)
letaknya mengelilingi putting susu dan berwarna kegelapan yang disebabkan oleh
penipisan dan penimbunan pigmen pada kulitnya.
Selama kehamilan, hormon prolaktin
dan plasenta meningkat tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat
oleh kadar estrogen yang tinggi. Pada hari kedua atau ketiga pasca persalinan,
kadar estrogen dan progesteron turun drastis, sehingga pengaruh prolaktin lebih
dominan dan pada saat inilah mulai terjadi sekresi ASI (Ambarwati, 2008; h. 7-10).
2)
Keadaan payudara dan putting susu
a)
Simetris/ tidak
b) Konsistensi, ada pembengkakan/ tidak
c) Putting
menonjol/tidak, lecet/ tidak
3)
Keadaan abdomen
Uterus normal :
a)
Kokoh, berkontraksi baik
b)
Tidak berada di atas ketinggian fundal
saat masa nifas segera
Abnormal :
a)
Lembek
b)
Di atas ketinggian fundal saat masa
postpartum segera
c)
Kandung kemih : bisa buang air/ tak bisa
buang air
Proses involusi adalah proses
kembalinya uterus ke dalam keadaan sebelum hamil setelah melahirkan. Proses ini
dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus
Involusi
uterus
Bayi
lahir : Setinggi pusat
Uri lahir :
2 jari dibawah pusat
Minggu :
Pertengahan pusat-simfisis
Dua minggu :
Tak teraba diatas simfisis
Enam minggu :
Bertambah kecil
Delapan minggu :
Sebesar normal
(Nanny dan Sunarsih, 2011; h. 55-57).
4)
Keadaan genetalia
a)
Lokia :
Lokia adalah eksresi cairan rahim
selama masa nifas dan mempunyai reaksi/ alkalis yang dapat membuat organisme
berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lokia
rubra muncul pada hari 1 sampai hari ke 4 masa postpartum (Ambarwati, 2008; h. 78).
b)
Normal :
1.
Merah hitam (lokia rubra)
2.
Bau biasa
3.
Tidak ada bekuan darah atau
butir-butir darah beku (ukuran jeruk
kecil)
4.
Jumlah perdarahan yang ringan atau
sedikit (hanya perlu mengganti pembalut setiap 3-5 jam)
c)
Abnormal :
1.
Merah terang
2.
Bau busuk
3.
Mengeluarkan darah beku
4.
Perdarahan berat (memerlukan penggantian
pembalut setiap 0-2 jam)
d)
Keadaan perineum : oedema, hematoma,
bekas luka episiotomy /robekan, hecting
e)
Keadaan anus : hemorroid
f)
Keadaan ekstermitas
1.
Varices
2.
Oedema
3.
Reflex patella
(Priharjo,
2007; h. 50-154).
B. Interprestasi data
Pada
langkah kedua dilakukan identifikasi
terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas
data-data yang telah dikumpulkan. Data tersebut di interpretasikan sehingga
dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik (Soepardan, 2008; h. 99).
1.
Diagnosa Kebidanan
Diagnosa dapat ditegakkan yang
berkaitan dengan Para, Abortus, anak
hidup, umur ibu, dan keadaan nifas.
Data
dasar meliputi :
a.
Data subjektif
Pernyataan ibu tentang jumlah
persalinan, apakah pernah abortus atau tidak, keterangan ibu tentang umur,
keterangan ibu tentang keluhannya.
b.
Data objektif
Palpasi tentang tinggi fundus uteri
dan kontraksi, hasil pemeriksaan tentang pengeluaran pervaginam, hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital.
2.
Masalah
Permasalahan
yang muncul berdasarkan pernyataan pasien
a.
Data subjektif
Data
yang didapat dari anamnesa pasien
b.
Data objektif
Data
yang didapat dari hasil pemeriksaan (Soepardan, 2008; h. 99).
C. Identifikasi diagnosis atau masalah
potensial
Pada langkah ketiga
mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial berdasarkan
diagnosis/ masalah yang sudah di identifikasi. Langkah ini membutuhkan
antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan (Soepardan, 2008; h. 100).
D. Identifikasi dan penerapan
kebutuhan yang memerlukan penanganan segera
Mengidentifikasi perlunya bidan
atau dokter melakukan konsultasi atau penanganan segera bersama anggota tim
kesehatan lainya sesuai dengan kondisi klien, melakukan konsultasi atau
kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lainya seperti pekerja sosial, ahli
gizi, atau seorang ahli perawat klinis (Soepardan, 2008; h. 100).
E. Perencanaan asuhan secara
menyeluruh
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya
meliputi apa yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari setiap masalah
yang berkaitan, tetapi juga berkaitan dengan kerangka pedoman antisipasi bagi
wanita tersebut yaitu apa yang akan terjadi berikutnya (Ambarwati, 2008; h.143).
Asuhan kebidanan yang diberikan ibu pada 6
hari postpartum adalah :
1.
Memastikan involusi uterus berjalan
normal : uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan
abnormal, tidak ada bau
2.
Menilai adanya tanda-tanda demam,
infeksi atau perdarahan abnormal
3.
Memastikan ibu mendapatkan cukup makan,
cairan dan istirahat
4.
Memastikan ibu menyusui dengan baik
dan memperhatikan tanda-tanda penyulit
5.
Memberikan konseling pada ibu mengenai
asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat, dan merawat bayi sehari-hari
(Saleha,
2009; h. 84).
F. Pelaksanaan perencanaan
Pada langkah ini, rencana asuhan
yang menyeluruh dilakukan secara efesien dan aman. Pelaksanaan ini biasa
dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau
anggota tim kesehatan lainya (Soepardan, 2008; h. 102).
1.
Mengobservasi meliputi :
a.
Keadaan umum
b.
Kesadaran
c.
Tanda-tanda vital dengan mengukur
(tekanan darah, suhu, nadi, respirasi)
d.
Tinggi fundus uteri, kontraksi uterus
e.
Menganjurkan ibu untuk segera berkemih
karena apabila kandung kencing penuh akan menghambat proses involusi uterus
f.
Menganjurkan pada ibu untuk mobilisasi
dini untuk memperlancar pengeluaran lokia, memperlancar peredaran darah
(Nugraheny, 2010; h. 256).
2.
Kebersihan diri
a.
Menjaga kebersihan seluruh tubuh
terutama daerah genetalia
b.
Mengganti pembalut minimal dua kali
sehari atau setiap kali selesai
c.
Pada masa postpartum, seorang ibu sangat
rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting untuk
mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan
lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga (Saleha, 2009; h. 73).
3.
Istirahat
a.
Memberi saran pada ibu untuk cukup tidur
siang agar tidak terlalu lelah
b.
Memberi pengertian pada ibu, apabila
kurang istirahat dapat menyebabkan produksi ASI berkurang, proses involusi
berjalan lambat sehingga dapat menyebabkan perdarahan
c.
Mengajarkan pada ibu untuk kembali
mengerjakan pekerjaan sehari-hari
Umumnya wanita sangat lelah setelah
melahirkan. Akan terasa lebih lelah bila partus berlangsung agak lama. Seorang
ibu baru akan cemas apakah ia mampu merasa anaknya atau tidak setelah
melahirkan. Hal ini mengakibatkan susah tidur, alasan lainnya adalah terjadi
gangguan pola tidur karena beban kerja bertambah, ibu harus bangun malam untuk
meneteki, atau mengganti popok yang sebelumnya tidak pernah dilakukan
(Nanny dan Sunarsih, 2011; h. 76).
Ibu nifas memerlukan
istirahat yang cukup, untuk mencegah kelelahan yang berlebihan (Damayanti, 2011;
h. 96).
4.
Gizi
a.
Mengkonsumsi makanan yang bergizi,
bermutu dan cukup kalori, sebaiknya ibu makan-makanan yang mengandung protein,
vitamin, dan mineral. Rata-rata ibu harus mengkonsumsi 2300-2700 kal ketika
menyusui (nanny dan sunarsih, 2011; h.
71).
b.
Minum sedikitnya 3 liter air sehari atau
segelas setiap habis menyusui
c.
Minum tablet Fe / zat besi selama 40
hari pasca persalinan
d.
Minum vitamin A (200.000 unit) agar
dapat memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI.
5.
Perawatan payudara
a.
Menjaga kebersihan payudara
b.
Memberi
ASI ekslusif sampai bayi umur 6 bulan.
6.
Hubungan seksual
Memberi pengertian
hubungan seksual kapan boleh dilakukan. Secara fisik aman untuk memulai
hubungan suami istri begitu darah merah berhenti, dan ibu dapat memasukkan 1
atau 2 jari kedalam vagina tanpa rasa nyeri (nanny dan sunarsih, 2011; h. 77).
7. Keluarga berencana
Menganjurkan
pada ibu untuk segera mengikuti KB setelah masa nifas terlewati sesuai dengan keinginannya.
G. Evaluasi
Merupakan tahap
terakhir dalam manajemen kebidanan, yakni dengan melakukan evaluasi dari
perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan bidan. Evaluasi sebagai bagian
dari proses yang dilakukan. Secara terus menerus untuk meningkatkan pelayanan
secara komprehensif dan selalu berubah sesuai dengan kondisi atau kebutuhan
klien (Wildan, 2008; h. 34-39).
III.
Landasan
Hukum Kewenangan Bidan
Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang
Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:
1. Kewenangan
normal:
Kewenangan normal adalah kewenangan
yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini meliputi:
a.
Pelayanan Kesehatan Ibu
1)
Ruang lingkup:
a)
Pelayanan konseling pada masa pra hamil
b)
Pelayanan antenatal pada kehamilan
normal
c)
Pelayanan persalinan normal
d)
Pelayanan ibu nifas normal
e)
Pelayanan ibu menyusui
f)
Pelayanan konseling pada masa antara dua
kehamilan
2)
Kewenangan:
a)
Penjahitan luka jalan lahir tingkat I
dan II
b) Penanganan
kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
c)
Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
d)
Pemberian vitamin A dosis tinggi pada
ibu nifas Fasilitasi/ bimbingan inisiasi menyusui dini (IMD) dan promosi Air
Susu Ibu (ASI) eksklusif
e)
Pemberian uterotonika pada manajemen
aktif kala tiga dan postpartum
f)
Penyuluhan dan konseling
g)
Bimbingan pada kelompok ibu hamil
h)
Pemberian surat keterangan kematian
i)
Pemberian surat keterangan cuti bersalin
b. Pelayanan
Kesehatan Anak
1) Ruang
lingkup:
a) Pelayanan
bayi baru lahir
b)
Pelayanan bayi
c)
Pelayanan anak balita
d) Pelayanan
anak pra sekolah
2)
Kewenangan
a) Melakukan
asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi,
inisiasi menyusu dini (IMD), injeksi vitamin K 1
b) perawatan
bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat
c) Penanganan
hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
d) Penanganan
kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan
e) Pemberian
imunisasi rutin sesuai program pemerintah
f) Pemantauan
tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah
g) Pemberian
konseling dan penyuluhan
h) Pemberian
surat keterangan kelahiran
i) Pemberian
surat keterangan kematian
c.
Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan
dan keluarga berencana, dengan kewenangan:
1)
Memberikan penyuluhan dan konseling
kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
2)
Memberikan alat kontrasepsi oral dan
kondom
Selain kewenangan normal
sebagaimana tersebut di atas, khusus bagi bidan yang menjalankan program
Pemerintah mendapat kewenangan tambahan untuk melakukan pelayanan kesehatan
yang meliputi:
1)
Pemberian alat kontrasepsi suntikan,
alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah
kulit
2)
Asuhan antenatal terintegrasi dengan
intervensi khusus penyakit kronis tertentu (dilakukan di bawah supervisi
dokter)
3)
Penanganan bayi dan anak balita sakit
sesuai pedoman yang ditetapkan
4)
Melakukan pembinaan peran serta
masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan
penyehatan lingkungan
5)
Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak
balita, anak pra sekolah dan anak sekolah
6)
Melaksanakan pelayanan kebidanan
komunitas
7)
Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan
memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian
kondom, dan penyakit lainnya
8)
Pencegahan penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi
9)
Pelayanan kesehatan lain yang merupakan
program pemerintah
Khusus untuk pelayanan
alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi
dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan
penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta
pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
(NAPZA), hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah mendapat pelatihan untuk
pelayanan tersebut.
Selain itu, khusus di
daerah (kecamatan atau kelurahan/ desa) yang belum ada dokter, bidan juga
diberikan kewenangan sementara untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar
kewenangan normal, dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota. Kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar
kewenangan normal tersebut berakhir dan tidak berlaku lagi jika didaerah
tersebut sudah terdapat tenaga dokter
AKBID UMMI KHASANAH _ AKBID UK
SUMBER :http://akbidadilawendahandayaniangkatanv.blogspot.co.id/